Sunday, November 02, 2014

SIAPKAH KOPERASI MENGHADAPI ERA GLOBALISASI?




Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya. Kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan Internet, merupakan faktor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling ketergantungan (interdependensi) aktivitas ekonomi dan budaya.

Meski sejumlah pihak menyatakan bahwa globalisasi berawal di era modern, beberapa pakar lainnya melacak sejarah globalisasi sampai sebelum zaman penemuan Eropa dan pelayaran ke Dunia Baru. Ada pula pakar yang mencatat terjadinya globalisasi pada milenium ketiga sebelum Masehi. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, keterhubungan ekonomi dan budaya dunia berlangsung sangat cepat.

Istilah globalisasi makin sering digunakan sejak pertengahan tahun 1980-an dan lebih sering lagi sejak pertengahan 1990-an. Pada tahun 2000, Dana Moneter Internasional (IMF) mengidentifikasi empat aspek dasar globalisasi: perdagangan dan transaksi, pergerakan modal dan investasi, migrasi dan perpindahan manusia, dan pembebasan ilmu pengetahuan. Selain itu, tantangan-tantangan lingkungan seperti perubahan iklim, polusi air dan udara lintas perbatasan, dan pemancingan berlebihan dari lautan juga ada hubungannya dengan globalisasi. Proses globalisasi memengaruhi dan dipengaruhi oleh bisnis dan tata kerja, ekonomi, sumber daya sosial-budaya, dan lingkungan alam.

Globalisasi benar-benar mengubah dunia menjadi desa besar (global village) dengan arus barang, jasa, uang dan tenaga kerja yang hampir tidak ada batas antar negara. Sehingga konsekuensi logis yang muncul, koperasi menghadapi pesaing yang lebih banyak bukan saja perusahaan lokal dan nasional, tetapi perusahaan dari segala penjuru dunia.

Dengan begitu, tak bisa dipungkiri lagi, koperasi harus mencari format, konsepsi dan praktek manajemen baru yang relevan dengan situasi globalisasi. Sebab jika tidak bisa mengikuti standar baru, koperasi akan menemui kesulitan dalam perkembangannya. Karenanya, koperasi perlu menganalisis pasar, mengenali peluang, memformulasikan strategi pemasaran, dan mengembangkan taktik serta tindakan spesifik. Namun yang patut menjadi perhatian adalah koperasi mutlak memberi pelayanan yang konsisten dengan visi, misi dan tujuan yang diformulasikan bersama.

Dengan format baru yang dinamis, koperasi menjadi adaptif dan tidak terasing dari kancah internasional, atau bahkan tidak tersingkir dari gelanggang persaingan pasar yang mendunia, free trade. Misalnya dengan mengadopsi sistem kualitas yang berlaku internasional seperti ISO 9001 (desain pengembangan, produksi, instalasi dan pelayanan), ISO 9002 (produksi dan instalasi), ISO 9003 (inspeksi dan pengujian akhir) serta ISO 9004 (industri jasa).

Namun demikian, prinsip, karakteristik dan identitas koperasi yang mengindonesia harus dipertahankan. Meminjam istilah Boeke dalam teorinya, The Theory of Dualitic Economy, perekonomian Indonesia sejak zaman kolonial ditandai dua kutub bersamaan: sektor modern dan tradisional. Dari aspek tradisional, corak koperasi Indonesia perlu dipertahankan untuk kemudian disenyawakan dengan aspek modern yang menjadi karakter globalisasi. Sehingga sintesa yang dihasilkan mampu menjadi koperasi tangguh, mampu menjawab tantangan globalisasi untuk membangun perekonomian negeri. Seperti dikatakan Ibnoe Soedjono (2000), “Koperasi yang setia pada jati dirinya, dan justru karena itu, berhasil menjawab tantangan globalisasi.”

Sebagai fakta tak terbantahkan, globalisasi tidak harus disambut negatif. Karena pada taraf tertentu, globalisasi justru menghadirkan peluang besar bagi kemajuan koperasi. Misalnya persaingan global dihadapi secara kreatif menjalankan usaha dengan optimalisasi sumber daya, low budget high impact. Salah satunya dengan internet, koperasi bisa promosi dan memperluas pemasaran lintas negara secara murah.

Joseph Stiglitz (2004) menjelaskan, gerakan koperasi lama memainkan peran penting dalam pengembangan pertanian dan agrobisnis dunia. Hal itu bahkan di Amerika, dipandang sebagai benteng ekonomi pasar (bastion of market economy). Stiglitz juga mencatat koperasi menjadi kunci proses pembangunan dan pusat perkembangan manajemen yang sukses. Di negara berkembang, koperasi di Bangladesh, misalnya, menyentuh kehidupan banyak orang dengan menyediakan pinjaman untuk pengembangan usaha baru.

Negara-negara dunia yang sukses dalam mengurangi kemiskinan, di Asia Timur misalnya, memanfaatkan peluang yang ditawarkan globalisasi. Mereka menjual produk di pasar internasional, menyambut investasi dari seluruh dunia, memanfaatkan “teknologi global” untuk membuat langkah besar dalam menutup kesenjangan yang memisahkan industri maju dari negara-negara miskin.

Di beberapa negara seperti Bulgaria, Guatemala dan Tanzania, memberi bantuan membangun koperasi-koperasi. Sementara negara seperti Indonesia, Pakistan, Vietnam dan Filipina, membantu menciptakan program sekolah gizi. Bekerja sama dengan The United Nations Public-Private Alliance for Rural Development, mereka membantu mempersiapkan desa binaan di Madagaskar. Melalui upaya global seperti ini, oleh Joseph Stiglitz dikatakan, koperasi mampu mengubah globalisasi menjadi kekuatan positif untuk membangun perekonomian negeri.

Mendatang, dunia diperkirakan mengalami krisis energi yang luar biasa. Dunia mulai berpaling pada sumber energi alternatif seperti minyak biji jarak, singkong, aren, tebu, minyak sawit, dan berbagai tanaman yang melimpah ruah di Indonesia. Pada momen ini, koperasi harus turut ambil kesempatan sebagai bentuk keunggulan koperasi Indonesia dalam memasok kebutuhan energi dunia. Dan pada tahap ini, bukan mustahil koperasi menjadi mercusuar perekonomian negeri, kiblat dan soko guru perekonomian bangsa Indonesia yang sejati.


No comments:

Post a Comment