Globalisasi
adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan
dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya. Kemajuan
infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan
Internet, merupakan faktor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong
saling ketergantungan (interdependensi) aktivitas ekonomi dan budaya.
Meski
sejumlah pihak menyatakan bahwa globalisasi berawal di era modern, beberapa
pakar lainnya melacak sejarah globalisasi sampai sebelum zaman penemuan Eropa
dan pelayaran ke Dunia Baru. Ada pula pakar yang mencatat terjadinya
globalisasi pada milenium ketiga sebelum Masehi. Pada akhir abad ke-19 dan awal
abad ke-20, keterhubungan ekonomi dan budaya dunia berlangsung sangat cepat.
Istilah
globalisasi makin sering digunakan sejak pertengahan tahun 1980-an dan lebih
sering lagi sejak pertengahan 1990-an. Pada tahun 2000, Dana Moneter
Internasional (IMF) mengidentifikasi empat aspek dasar globalisasi: perdagangan
dan transaksi, pergerakan modal dan investasi, migrasi dan perpindahan manusia,
dan pembebasan ilmu pengetahuan. Selain itu, tantangan-tantangan lingkungan
seperti perubahan iklim, polusi air dan udara lintas perbatasan, dan
pemancingan berlebihan dari lautan juga ada hubungannya dengan globalisasi. Proses
globalisasi memengaruhi dan dipengaruhi oleh bisnis dan tata kerja, ekonomi,
sumber daya sosial-budaya, dan lingkungan alam.
Globalisasi
benar-benar mengubah dunia menjadi desa besar (global village) dengan arus
barang, jasa, uang dan tenaga kerja yang hampir tidak ada batas antar negara.
Sehingga konsekuensi logis yang muncul, koperasi menghadapi pesaing yang lebih
banyak bukan saja perusahaan lokal dan nasional, tetapi perusahaan dari segala
penjuru dunia.
Dengan
begitu, tak bisa dipungkiri lagi, koperasi harus mencari format, konsepsi dan
praktek manajemen baru yang relevan dengan situasi globalisasi. Sebab jika tidak
bisa mengikuti standar baru, koperasi akan menemui kesulitan dalam
perkembangannya. Karenanya, koperasi perlu menganalisis pasar, mengenali
peluang, memformulasikan strategi pemasaran, dan mengembangkan taktik serta
tindakan spesifik. Namun yang patut menjadi perhatian adalah koperasi mutlak
memberi pelayanan yang konsisten dengan visi, misi dan tujuan yang
diformulasikan bersama.
Dengan
format baru yang dinamis, koperasi menjadi adaptif dan tidak terasing dari
kancah internasional, atau bahkan tidak tersingkir dari gelanggang persaingan
pasar yang mendunia, free trade. Misalnya dengan mengadopsi sistem kualitas
yang berlaku internasional seperti ISO 9001 (desain pengembangan, produksi,
instalasi dan pelayanan), ISO 9002 (produksi dan instalasi), ISO 9003 (inspeksi
dan pengujian akhir) serta ISO 9004 (industri jasa).
Namun
demikian, prinsip, karakteristik dan identitas koperasi yang mengindonesia
harus dipertahankan. Meminjam istilah Boeke dalam teorinya, The Theory of
Dualitic Economy, perekonomian Indonesia sejak zaman kolonial ditandai dua
kutub bersamaan: sektor modern dan tradisional. Dari aspek tradisional, corak
koperasi Indonesia perlu dipertahankan untuk kemudian disenyawakan dengan aspek
modern yang menjadi karakter globalisasi. Sehingga sintesa yang dihasilkan
mampu menjadi koperasi tangguh, mampu menjawab tantangan globalisasi untuk
membangun perekonomian negeri. Seperti dikatakan Ibnoe Soedjono (2000),
“Koperasi yang setia pada jati dirinya, dan justru karena itu, berhasil
menjawab tantangan globalisasi.”
Sebagai
fakta tak terbantahkan, globalisasi tidak harus disambut negatif. Karena pada
taraf tertentu, globalisasi justru menghadirkan peluang besar bagi kemajuan
koperasi. Misalnya persaingan global dihadapi secara kreatif menjalankan usaha
dengan optimalisasi sumber daya, low budget high impact. Salah satunya dengan
internet, koperasi bisa promosi dan memperluas pemasaran lintas negara secara
murah.
Joseph
Stiglitz (2004) menjelaskan, gerakan koperasi lama memainkan peran penting
dalam pengembangan pertanian dan agrobisnis dunia. Hal itu bahkan di Amerika,
dipandang sebagai benteng ekonomi pasar (bastion of market economy). Stiglitz
juga mencatat koperasi menjadi kunci proses pembangunan dan pusat perkembangan
manajemen yang sukses. Di negara berkembang, koperasi di Bangladesh, misalnya,
menyentuh kehidupan banyak orang dengan menyediakan pinjaman untuk pengembangan
usaha baru.
Negara-negara
dunia yang sukses dalam mengurangi kemiskinan, di Asia Timur misalnya,
memanfaatkan peluang yang ditawarkan globalisasi. Mereka menjual produk di
pasar internasional, menyambut investasi dari seluruh dunia, memanfaatkan
“teknologi global” untuk membuat langkah besar dalam menutup kesenjangan yang
memisahkan industri maju dari negara-negara miskin.
Di
beberapa negara seperti Bulgaria, Guatemala dan Tanzania, memberi bantuan
membangun koperasi-koperasi. Sementara negara seperti Indonesia, Pakistan,
Vietnam dan Filipina, membantu menciptakan program sekolah gizi. Bekerja sama
dengan The United Nations Public-Private Alliance for Rural Development, mereka
membantu mempersiapkan desa binaan di Madagaskar. Melalui upaya global seperti
ini, oleh Joseph Stiglitz dikatakan, koperasi mampu mengubah globalisasi
menjadi kekuatan positif untuk membangun perekonomian negeri.
Mendatang,
dunia diperkirakan mengalami krisis energi yang luar biasa. Dunia mulai
berpaling pada sumber energi alternatif seperti minyak biji jarak, singkong,
aren, tebu, minyak sawit, dan berbagai tanaman yang melimpah ruah di Indonesia.
Pada momen ini, koperasi harus turut ambil kesempatan sebagai bentuk keunggulan
koperasi Indonesia dalam memasok kebutuhan energi dunia. Dan pada tahap ini,
bukan mustahil koperasi menjadi mercusuar perekonomian negeri, kiblat dan soko
guru perekonomian bangsa Indonesia yang sejati.
No comments:
Post a Comment